BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ilmu
pengetahuan dan teknologi saat ini sudah berkembang sangat pesat. Dimana
penerapannya sebagian besar digunakan untuk meningkatkan taraf hidup manusia.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut menjangkau setiap aspek
kehidupan manusia, tak ketinggalan pula dalam bidang bioteknologi. Selain dalam
bidang pertanian dan pangan, bioteknologi modern juga telah menjangkau bidang
kelautan dan perikanan.
Rekayasa genetika dalam arti paling
luas adalah penerapan genetika untuk
kepentingan manusia. Dengan pengertian ini kegiatan pemuliaan hewan atau tanaman melalui
seleksi dalam populasi dapat dimasukkan. Demikian pula penerapan mutasi buatan tanpa target dapat pula dimasukkan. Walaupun demikian,
masyarakat ilmiah sekarang lebih bersepakat dengan batasan yang lebih sempit,
yaitu penerapan teknik-teknik biologi molekular
untuk mengubah susunan genetik dalam kromosom atau mengubah
sistem ekspresi
genetik yang diarahkan pada kemanfaatan
tertentu.
Beberapa
permasalahan perikanan terutama dalam budidaya ikan dapat teratasi dengan
bioteknologi molekuler, salah satu teknologi tersebut adalah dengan
pengembangan “Teknologi Transgenik”. Transgenik adalah memindahkan gen dari
satu makhluk hidup ke makhluk hidup lainnya, baik dari satu hewan ke hewan
lainnya atau dari satu tanaman ke tanaman lainnya. Salah satu contoh dari
teknologi transgenetik ini yaitu ikan transgenik.
Teknologi
ikan transgenik mampu menghasilkan benih ikan unggul, yaitu melalui perbaikan
mutu genetik ikan yang akan dipelihara atau dibudidayakan. Perbaikan mutu
genetik ini bermanfaat untuk meningkatkan produksi dan produktivitas ikan.
Keunggulan ikan hasil rekayasa ini antara lain pertumbuhan cepat, tahan
terhadap serangan penyakit, dan tahan terhadap lingkungan yang cukup ekstrim.
Salmon merupakan ikan dari famili Salmonidae, salah satu jenis ikan berminyak yang hidup di
Samudera Atlantik dan Samudera Pasifik. Ikan ini didapatkan dengan cara ditangkap di alam liar
atau dibudidayakan. 99 persen salmon
atlantik didapatkan dari budidaya, sedangkan
80 persen salmon pasifik didapatkan dari alam liar.
Secara nutrisi, ikan ini mengandung protein dan vitamin D yang tinggi.
Ikan ini juga mengandung kolesterol dengan kadar yang bervariasi antara
23–214 mg/100 g tergantung spesiesnya. Ikan salmon yang telah dimasak
mengandung DHA antara 500–1500 mg dan EPA antara 300–1000 mg per 100
gram sajian. Penelitian terbaru menyebutkan salmon kaya akan asam amino. Fungsi
dari nutrisi tersebut adalah menjaga kesehatan persendian, memaksimalkan fungsi
insulin, dan mencegah inflamasi pada saluran pencernaan.
Salmon juga mengandung lemak
omega-3. Lemak omega-3 yang terdapat di dalam salmon membantu dalam memerangi
masalah kronis mata kering, sehingga meningkatkan pandangan mata selama usia
tua. Saat mengonsumsi salmon, saat itu pula memberikan nutrisi lemak omega-3
pada kulit yang senantiasa dapat membuat seseorang terlihat awet muda. Tak
hanya kulit, omega-3 dan protein dalam ikan salmon juga menjaga kekuatan
rambut. Lemak omega-3 juga membantu meningkatkan fungsi otak.
Oleh karena keunggulan ikan salmon
sangat banyak, kebutuhan konsumen akan ikan salmon juga kian meningkat,
sedangkan jika harus menunggu pertumbuhan alami dari ikan salmon tersebut maka
kebutuhan ikan salmon konsumen tidak tercukupi, maka para ahli mengembangkan
proses transgenic pada ikan salmon agar ikan salmon dapat tumbuh lebih besar
dengan waktu yang lebih singkat.
Pada metode mikroinjeksi, setelah
hormon pemicu pertumbuhan seperti GnRHa, LHRHa, Ovaprim (GnRHa ikan salmon +
dopamine), atau Ovopel (GnRHa mamalia +dopamine) disuntikan pada sel sperma
atau sel ovum lalu dilakukan pemijahan buatan. Hormon tersebut memicu
pertumbuhan agar pertumbuhan anakan ikan salmon tersebut dapat tumbuh lebih
besar dari ukuran normal dan dalam waktu yang lebih singkat.
Dengan cara seperti itu akan
dihasilkan ikan salmon yang berlimbah dengan waktu yang sangkat singkat.
Kebutuhan konsumen akan ikan salmon dapat dipenuhi bahkan lebih banyak dari
yang diharapkan. Rekayasa transgenic pada ikan salmon ini dapat menguntungkan
dalam hal pelestarian spesies ikan salmon juga dalam hal ekonomi karena jika
dibudidayakan dengan cara transgenic akan menghasilkan keuntungan yang sangat
menjajikan. Oleh karena itu, para ahli banyak menggunakan rekayasa transgenic
pada ikan salmon ataupun pada hewan atau tumbuhan lainnya dalam berbudidaya.
B.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah
dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Apakah yang dimaksud dengan ikan transgenik?
2.
Bagaimana konsep dasar dari ikan transgenik?
3.
Bagaimanakah proses transgenik pada ikan
terutama ikan Salmon?
4.
Apa saja kelebihan dan kelemahan dari ikan
transgenik?
C.
Tujuan
Tujuan dari
makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui pengertian ikan transgenic.
2.
Untuk memahami konsep dasar dari ikan
transgenic.
3.
Untuk memahami proses transgenik pada ikan
terutama ikan Salmon.
4.
Untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan dari
ikan
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Ikan Transgenik
Menurut
Carman dan Sumantadinata (2003), transgenik terdiri dari kata trans
yang berarti pindah, dan gen yang berarti pembawa sifat. Jadi transgenik adalah
memindahkan gen dari satu makhluk hidup ke makhluk hidup lainnya, baik dari
satu hewan ke hewan lainnya atau dari satu tanaman ke tanaman lainnya, atau
dari gen hewan ke tanaman dan sebaliknya.
Sedangkan
menurut Andrew P. Kroglun dan Bell Betta Torheim (2013), transgenik
secara definisi adalah “The Use of Gene Manipulation to Permanently Modify the
Cell or Germ Cells of Organism“ artinya, penggunaan manipulasi gen untuk mengadakan
perubahan yang tetap pada sel makhluk hidup. Transgenik atau teknologi DNA
rekombinan (rDNA) merupakan rekayasa genetik yang memungkinkan kombinasi ulang
(rekombinasi) atau penggabungan ulang gen dari sumber yang berbeda secara
in vitro.
Jadi,
definisi transgenik pada ikan atau hewan ternak pada umumnya adalah memasukkan
DNA rekombinan yang telah dikendalikan ke dalam genom, sehingga DNA yang
dimasukkan ini dapat mengembangkan salah satu aspek dari produktivitas, juga
DNA dan efeknya dapat diturunkan kepada anaknya.
B.
Konsep Transgenik
Menurut
Andrew P. Kroglun dan Bell Betta Torheim (2013), setiap
spesies ikan mempunyai kemampuan tumbuh yang berbeda-beda. Perbedaan pertumbuhan
ini dapat tercermin, baik dalam laju pertumbuhannya maupun potensi tumbuh dari
ikan tersebut. Perbedaan kemampuan tumbuh ikan pada dasarnya disebabkan oleh
perbedaan faktor genetik (gen). Ikan mempunyai gen khusus yang dapat
menghasilkan otransgenikan atau sel otransgenikan tertentu dan gen umum yang
memberikan turunan kepada jenisnya. Baik gen khusus maupun gen umum dari setiap
ikan terdiri dari bahan kimia yaitu DNA (deoxyribonucleic acid) dan RNA
(ribonucleic acid). Ekspresi dari gen-gen tersebut dan sel yang terbentuk
menjadi satu paket yang selanjutnya mempengaruhi pertumbuhan.
Karakteristik
genetik tertentu yang dimiliki oleh seekor ikan biasanya menyatu dengan
sejumlah sifat bawaan yang mempengaruhi pertumbuhan seperti kemampuan ikan
menemukan dan memanfaatkan pakan yang tinggi, ketahanan terhadap penyakit dan
dapat beradaptasi terhadap perubahan lingkungan yang luas. Semua hal tersebut
akhirnya tercermin pada laju pertumbuhan ikan.
Untuk
mencapai hal tersebut, perlu dilakukan usaha-usaha yang mampu menghasilkan
benih ikan unggul seperti tersebut diatas salah satu cara yang dapat dilakukan
adalah dengan rekayasa genetik melalui penerapan teknologi transgenik pada
ikan. Transgenik atau teknologi DNA rekombinan (rDNA) merupakan rekayasa
genetik yang memungkinkan kombinasi ulang (rekombinasi) atau penggabungan ulang
gen dari sumber yang berbeda secara in vitro.
Menurut
Carman dan Sumantadinata (2003), tujuan dari transgenik ini adalah
untuk mendapatkan sifat yang diinginkan dan peningkatan produksi. Meskipun
teknologi transgenik ini memungkinkan untuk diaplikasikan dalam bidang
akuakultur (budidaya perikanan), namun masih perlu dilakukan penelaahan khusus
untuk mengetahui teknologi tersebut.
Dalam
perkembangannya, pembentukkan ikan transgenik melalui transfer “DNA contruct”
dapat dilakukan dengan beberapa metode, diantaranya adalah :
1.
Microinjection (Mikroinjeksi)
Microinjection (Mikroinjeksi) adalah metode
yang paling banyak digunakan karena mempunyai keberhasilan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan metode yang lain. Pertama kali, metode mikroinjeksi
dilakukan oleh Gurd on (1963) pada telur amphibia dengan menginjeksikan
sitoplasma ke dalam zygot katak, namun hasilnya tidak berpengaruh pada
perkembangan embrio selanjutnya. Pada ikan juga telah dilakukan oleh beberapa
peneliti diantaranya telah dilakukan oleh Chourrout et al (1986) pada ikan
Rainbow Trout (Salmo gairdneri), dan Ozato et al (1986) pada ikan Medika
(Oryzias latpes).
2.
Retroviral Infection (Infecksi pada Virus)
Retroviral Infection (Infeksi pada virus) atau
dengan kata lain introduksi gen melalui virus sebagai mediator. Pada metode
ini, virus ditumpangi oleh gen yang dikehendaki dan diintroduksikan ke dalam
embrio hewan. Virus mempunyai ukuran yang sangat kecil dan mampu menembus inti
sel dan virus mempunyai genom yang terdiri dari RNA yang mempunyai kemampuan
untuk mentraskripsikan DNA. Bila satu sel diinfeksi dengan retrovirus maka akan
menghasilkan DNA virus, setelah DNA ditranskripsikan akan berintegrasi dan
menjadi bagian dari genome induk. Untuk species ikan telah dilakukan
diantaranya oleh Lin et al (1994) dan Gaiano et al (1996) pada ikan
Zebrafish (Brachydanio rerio).
3.
Sperm-mediated Gene Transfer (Sperma sebagai
Pembawa Gen)
Spermatozoa merupakan sarana seluler yang
spesifik dirancang untuk mentransfer DNA asing ke dalam oosit, sperma terlibat
langsung dalam proses fertilisasi. Matriks DNA diikat pada daerah postacrosomal
oleh komponen protein spesifik dan akan bergabung dengan genome induk setelah
terjadi fertilisasi. Pengikatan gen oleh sperma secara optimal bila sperma
dalam keadaan motil dan konsentrasi DNA cukup tinggi. Metode ini juga telah
dicobakan oleh Muller et al (1992).
4.
Particle Bombardment (Partikel Gun atau
Biolistik)
Metode ini banyak digunakan pada tanaman dengan
cara DNA diikat pada suatu mikropartikel. Transfer gen dengan metode ini
mempunyai banyak keuntungan yaitu mudah ditangani dengan satu kali tembakan
akan menghasilkan beberapa sasaran, partikel dapat mencapai sasaran yang lebih
dalam dan dapat digunakan pada berbagai macam jaringan. Pada ikan telah
dicobakan oleh Kolenikov et al (1990).
5.
Electroporation (Elektroporasi)
Metode ini gamet atau embrio ditempatkan pada
suatu cuvet yang mana membran selnya permiabel terhadap molekul DNA bila
mendapatkan aliran listrik pendek (beberapa saat). Ketika aliran listrik
dihilangkan dan membran selnya kembali seperti semula, beberapa fragment DNA
asing akan tinggal dalam gamet atau embrio. Metode ini mudah dan cepat dan
memungkinkan untuk melakukannya pada ratusan oosit ikan atau telur ikan yang
telah difertilisasi dalam satu kali kejutan.
Jadi, setiap spesies ikan memiliki kemampuan
masing-masing yang berbeda dalam hal kemampuan ikan menemukan dan memanfaatkan
pakan yang tinggi, ketahanan terhadap penyakit dan dapat beradaptasi terhadap
perubahan lingkungan yang luas. Oleh karena itu dilakukan beberapa cara untuk meningkatkan
kwalitas benih ikan salah satunya yaitu dengan mikroinjeksi.
C.
Transgenik pada
Ikan Salmon
Perkembangan
transgenik ikan saat ini sudah sangat berkembang, para ilmuwan telah berhasil
menemukan berbagai jenis ikan yang direkayasa sehingga berukuran lebih besar
dari normalnya, para ilmuwan juga telah berhasil menemukan ikan zebra yang
mampu bercahaya dan lain sebagainya. Akan tetapi pada makalah ini akan dibahas
mengenai transgenik pada ikan salmon.
Menurut
Andrew P. Kroglun dan Bell Betta Torheim (2013), hampir
10 tahun ikan transgenik tersimpan dalam tangki penelitian Departemen Perikanan
dan Kelautan Kanada di Vancouver Barat. Ribuan salmon transgenik berenang lamban
dan terus mengunyah karena diberi makan 20 kali sehari. Mereka dirancang tumbuh
delapan kali lebih cepat dan berat 37 kali lebih besar dari ukuran normal.
A/F
Protein Canada Inc berharap sudah dapat memasarkan ikan salmon dan trout
transgenik tahun 2001. Ikan dirancang agar pertumbuhannya dipercepat sampai
400%. Kehadiran ikan transgenik diawali oleh Jepang ketika mencoba menciptakan
“ikan tuna super” secara genetis tahun 1980-an. Selain sulit, penelitiannya
membutuhkan banyak dana, karena susunan genetisnya rumit. Kini peneliti
menemukan kunci genetis untuk memacu pertumbuhan 11 spesies ikan bernilai
komersial, juga udang. Terciptanya ikan super tanpa sengaja.
Mula-mula
peneliti A/F Protein mengamati ikan flounder yang bertahan hidup dalam laut
Kanada yang beku. Rahasia ikan flounder pun ditemukan Garth Fletcher, biologi
ikan dari Universitas Memorial di New Foundland dan Choy Hew dari Universitas
Toronto, yakni adanya gen yang memungkinkan flounder mampu hidup di air beku.
Gen itu digabungkan dengan gen pemicu pertumbuhan dengan harapan salmon dapat
tumbuh sampai 20-30% lebih besar. Kedua gen disuntikkan ke embrio salmon
sehingga terus memproduksi hormon pertumbuhan. Hasilnya, salmon tumbuh
400-600% lebih cepat dalam 14 bulan pertama, dan dapat dipasarkan setahun lebih
cepat dari salmon biasa.
Jadi,
dilakukannya transgenic pada ikan salmon diawali dengan penelitian-penelitian
yang salah satunya pada ikan tuna. Namun, penelitian pada ikan tuna tidak
berhasil karena susunan genetisnya sangat rumit. Oleh karena itu para ilmuwan
mencoba mengembangkan transgenic pada ikan salmon yang dianggap susunan
genetisnya lebih mudah. Transgenic pada ikan salmon dilakukan untuk mendapatkan
ikan salmon yang tumbuh lebih cepat dan dalam waktu yang lebih singkat.
D.
Transgenik
Mikroinjeksi
Menurut
Subagyo (2004), teknologi transgenik dengan
mikroinjeksi pada ikan dilakukan melalui mikrophile yang terdapat pada chorion
telur (oosit). Metode ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu:
1.
Persiapan Gen
Pertama-tama dipersiapkan gen yang akan ditransfer.
Persiapan ini dimulai dari isolasi DNA, yang dapat diisolasi dari darah,
daging, sirip ataupun sisik. Misalnya dari sisik dapat dilakukan dengan
prosedur sebagai berikut:
a.
Isolasi dan Purifikasi
DNA
1)
Sampel dari jaringan ikan ditimbang sebanyak
25-50 mg lalu dicacah menggunakan skapel, kemudian dimasukkan ke dalam tabung
evendorf ukuran 2 ml.
2)
200 µl Tissue Lysis Buffer dan 40 µl Proteinase
K ditambahkan ke dalam tabung yang berisi sampel jaringan, kemudian dicampur
dengan segera dan diinkubasi pada suhu 55oC selama 1 jam (atau
sampai jaringan hancur dengan sempurna).
3)
200 µl Binding Buffer ditambahkan lagi ke dalam
tabung lalu dihomogenkan dengan segera, kemudian diinkubasi selama 10 menit
pada suhu 70oC.
4)
100 µl Isopropanol ditambahkan ke dalam tabung,
kemudian dihomogenkan.
5)
Memindahkan sampel ke dalam high filter tube
yang telah dipasangkan dengan collection tube.
6)
Sampel disentrifuge selama 1 menit dengan
kecepatan 9200 rpm.
7)
Membuang collection tube, menambahkan 500 µl
Inhibitor Removal Buffer, kemudian disentrifuge selama 1 menit pada kecepatan
9200 rpm.
8)
Membuang collection tube, menambahkan 500 µl
Wash Buffer, kemudian disentrifuge selama 1 menit pada kecepatan 9200 rpm.
9)
Membuang collection tube, menambahkan 500 µl
Wash Buffer, kemudian disentrifuge selama 1 menit pada kecepatan 9200 rpm.
10)
Membuang supernatan dari collection tube,
kemudian disentrifuge selama 10 detik dengan kecepatan 14.000 rpm.
11)
Membuang collection tube, memasangkan tabung
evendorf baru pada high filter tube.
12)
200 µl Elution Buffer (yang telah diinkubasi
hingga suhu 70oC) ditambahkan ke dalam high filter tube, kemudian
disentrifuge selama 1 menit dengan kecepatan 9200 rpm.
13)
Membuang high filter tube, menambahkan 140 µl
Isopropanol, kemudian disentrifuge selama 30 menit dengan kecepatan 14.000 rpm.
14)
Membuang supernatan, menambahkan 66,7 µl Et-OH
(Alkoho l 70%) dingin, kemudian disentrifuge selama 10 menit dengan kecepatan
14.000 rpm.
15)
Membuang supernatan (pelet tidak boleh ikut
terbuang), kemudian diangin-anginkan hingga pelet mengering (kurang lebih
selama 12 jam).
16)
20 µl TE ditambahkan ke dalam tabung, dan DNA
to tal siap diproses lebih lanjut.
b.
Isolasi Promotor
(Restriksi DNA).
Mencari sekuen promoter region gen pengkode,
tergantung pada jenis gen yang akan ditransfer, misal gen GH ikan jenis lain
yang telah dilaporkan sebelumnya pada gene bank (Nasional Center for
Biotechnology Information- NCBI).
1)
Mencari dan menentukan enzim restriksi yang
sesuai untuk memotong promoter region gen pengkode, misalnya untuk GH adalah
BamHl, Ball , Sfil, Sbal, dan EcoRl.
2)
Hasil dari pemotongan dengan enzim restriksi
kemudian dielektroforesis dan dibandingkan berat molekulnya dengan DNA marker.
3)
Pita (band) yang sesuai dengan DNA marker untuk
promotor gen pengkode dipisahkan dengan cara memotong gel yang berisi band
tersebut kemudian diisolasi dari gel dengan menggunakan DNA elution kit.
4)
Diperoleh suspect DNA promotor gen pengkode,
misalnya promo tor gen pengkode GH.

Gambar 1:
skematis pemotongan (restriksi) gen (subagyo, 2004)
2.
Koleksi Telur, Sperma dan
Fertilisasi
Koleksi telur dan sperma dapat dilakukan
melalui pemijahan buatan (induced breeding) dengan menggunakan hormon. Jenis
hormon yang dapat digunakan diantaranya adalah GnRHa, LHRHa, Ovaprim (GnRHa
ikan Salmon + dopamin), Ovopel (GnRHa mamalia + dopamin). Selain itu dapat pula
melalui penyuntikan dengan ekstrak kelenjar hipofisa ikan, misal Carp Pituita
ry Gland (Kelenjar Hipofisa Ikan Mas) yang dikenal dengan nama tekhnik
hipofisasi. Sebelum dilakukan fertilisasi, terlebih dahulu diperiksa motilitas
sperma. Sperma ikan akan bergerak setelah kontak dengan air. Sperma yang baik
mempunyai daya gerak atau motil selama lebih kurang 30 (tiga puluh) detik.
Motilitas sperma ini viabilitas telur dapat dipertahankan apabila disimpan
dalam larutan Ringer pada suhu 4oC, dan biasanya selama 2 (dua) jam
dari waktu fertilisasi. Adapun komposisi larutan Ringer ini adalah 6,5 gram
NaCl, 0,25 gram KCl, 0,2 gram NaHCO3, 0,4 gram CaCl2-2H2O
yang dilarutkan dalam 1 (satu) liter aquades.

Gambar 2:
bentuk struktur telur (subagyo, 2004)
Setelah telur dan sperma dikumpulkan atau dikoleksi, maka dilakukan
fertilisasi, yaitu dengan menyatukan sperma dan ovum (telur) dalam suatu wadah
dan kemudian diaduk dengan bulu ayam selama kira-kira satu menit. Setelah itu
telur atau Ova siap untuk dilakukan transfer gen secara mikroinjeksi.
3.
Injeksi Gen ke Dalam
Telur
Mikroinjeksi gen pada telur dapat dilakukan secara
manual ataupun dengan menggunakan mesin yang disebut dengan “Gen Pusher“.
Secara skematis photo alat tersebut dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah ini

Gambar 3:
skematis gen pusher untuk mikroinjeksi telur (subagyo, 2004)
Dalam transgenik mikroinjeksi, penginjeksian gen dapat dilakukan
pada dua tempat,yaitu pada pronukleus telur ikan dan pada gen telur ikan:

Gambar 4:
metode mikroinjeksi gen pada pronukleus telur ikan (subagyo, 2004)

Gambar 5: metode mikroinjeksi gen pada telur ikan (subagyo, 2004)
Pada ikan
injeksi atau trans gen dilakukan pada mikropil, sebagai contoh diameter lubang
mikropil telur ikan salmon 17 ųm, dalamnya 4 ųm, dan diameter mikropil canalnya
1,2 ųm. Setelah gen diinjeksikan, maka telur-telur tersebut di inkubasi untuk
ditetaskan, kemudian dilakukan pula perawatan larva sampai menjadi benih dan
seterusnya sampai berreproduksi kembali.
4.
Pemeriksaan
atau Pengujian
Sebelum ikan transgenik tersebut dirilis, maka
terlebih dahulu dilakukan pengujian atau pemeriksaan baik secara genetik
maupun fenotip. Secara genotip bertujuan apakah gen yang ditransfer atau
disisipkan tersebut sudah benar-benar menyambung sesuai dengan yang diinginkan.
Pemeriksaan ada tidaknya transgen yang terintegrasi di dalam genom dianalisis
dengan southern blot. Untuk ekspresi transgen diperiksa dengan metoda northern
blot.
Ikan transgenik yang berkembang dari zigot
tersebut dikenal sebagai ”Founders” dan bersifat hemizygote. Untuk perbanyakan
ikan transgenik, founders fish ini kemudian dikawinkan dengan ikan non
transgenik. Untuk mendapatkan ikan transgenik yang homozygote, ikan transgenik
hemizygote dikawinkan antar sesamanya. Ikan transgenik yang homozygote ini
kemudian dipelajari fenotifnya dengan mengamati pertumbuhan, konversi pakan dan
bentuk-bentuk morfologinya (ada tidaknya kelainan pada organ).
E.
Kelebihan dan Kekurangan Ikan Transgenik
1.
Kelebihan Ikan
Transgenik
Menurut
Hartanto dan Sri Mulyani (2002), hasil penelitian transgenik pada ikan telah
memberikan dampak yang positif pada pertumbuhan ikan dan terbukti bahwa gen
luar yang ditranfer telah mampu berintregrasi dengan genomnya, hal ini dapat
dilihat dari hasil pertumbuhan keturunannya yang cukup meyakinkan yaitu sekitar
4-6 kali lipat pada ikan salmon. Sedangkan hasil analisis berat badan ikan non transgenik dan transgenik pada ikan tilapia menunjukkan bahwa keturunan F2 (keturunan F2 adalah
perkawinan antara
jantan F1 dengan betina alam), ikan transgenik menghasilkan berat berkisar antara 60-90 gram/individu pada umur 5,
6, dan 7 bulan, sedang padaikan non transgenik menghasikan berat berkisar antara 20-30 gram/individu, dari hasil tersebut menunjukkan bahwa pada keturunan ke 2 (F2)
sifat tumbuhnya masih dapat diturunkan, dan pertumbuhannnya sekitar 3 kali
lipat dibandingkan dengan ikan kontrol.
Adapun
FCR (food conversi ratio) atau perbandingan antara pakan yang diberikan dengan
daging yang dibentuk pada ikan transgenik mencapai 0,76 sedangkan nont ransgenik
sebesar 1,02, ini berarti bahwa ikan transgenik untuk menghasilkan satu kilogram
daging hanya memerlukan pakan sebanyak 0,76 kg, sedangkan pada ikan biasa untuk
menghasilkan daging satu kilogram memerlukan 1,02 kg pakan,
dengan demikian
menunjukkan bahwa didalam pemanfaatan pakan ikan trangenik lebih efisien
dibandingkan dengan ikan nontransgenik.
Jadi,
keuntungan dari ikan salmon transgenic dapat dilihat dari hasil pertumbuhan
keturunannya yaitu sekitar 4-6 kali lipat, berat badan ikan transgenic pada
umur 5-7 bulan sekitar 60-90 gram dengan pemberian pakan yang lebih sedikit dibandingkan
dengan ikan non transgenic.
2.
Kekurangan Ikan Transgenik
Selain kelebihan yang dimiliki, ikan transgenik
juga memiliki beberapa kelemahan. Terdapat skenario lain yang menandai
resiko-resiko global yang berhubungan dengan lepasnya ikan transgenik ke
dalam lingkungan. Meningkatkan tingkat pertumbuhan ikan meningkatkan
kebutuhan-kebutuhan pakan harian mereka. Penelitian-penelitian baru telah
menunjukkan bahwa ikan transgenik lebih agresif dan memakan lebih banyak
makanan. Mereka juga tidak berenang sebaik ikan liar, sehingga mereka dapat
berkumpul di suatu area dan memonopoli persediaan makanan dan sumber daya lai.
Hal ini dapat mempunyai efek menghancurkan lingkungan alami, khususnya karena
sebagian besar ikan yang direkayasa saat ini misalnya salmon, trout, carp dan
tilapia adalah pemangsa/predator. Pengalaman lalu telah menunjukkan bahwa
memperkenalkan spesies-spesies predator besar kedalam lingkungan baru dapat
menyebabkan bencana ekologi.
Jadi, selain memiliki kelebihan ikan transgenic
juga memiliki kekurangan antara lain ikan transgenic dinilai lebih agresif
sehingga dapat makan lebih banyak dan hidup menetap/berkumpul disuatu tempat
sehingga dapat menguasai persediaan makanan sehingga dapat merusak lingkungan
alami.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
makalah yang telah diuraikan diatas, maka dapat diambil beberapa kesimpulan
bahwa:
1.
Definisi transgenik pada ikan atau hewan ternak
pada umumnya adalah memasukkan DNA rekombinan yang telah dikendalikan ke dalam
genom, sehingga DNA yang dimasukkan ini dapat mengembangkan salah satu aspek
dari produktivitas, juga DNA dan efeknya dapat diturunkan kepada anaknya.
2.
Setiap ikan memiliki karakteristik pertumbuhan yang
berbeda-beda yang diantaranya terdapat beberapa spesies ikan yang
pertumbuhannya cukup lama. Rekayasa transgenic bertujuan untuk
mendapatkan sifat yang diinginkan dan peningkatan produksi pada suatu spesies
dengan cara memasukan gen atau factor yang dapat mempercepat pertumbuhannya.
3.
Proses
transgenic pada ikan salmon yaitu, setelah hormon pemicu pertumbuhan seperti
GnRHa, LHRHa, Ovaprim (GnRHa ikan salmon + dopamine), atau Ovopel (GnRHa
mamalia +dopamine) disuntikan pada sel sperma atau sel ovum lalu dilakukan
pemijahan buatan. Hormon tersebut memicu pertumbuhan agar pertumbuhan anakan
ikan salmon tersebut dapat tumbuh lebih besar dari ukuran normal dan dalam
waktu yang lebih singkat.
4.
Keuntungan dari ikan salmon transgenic dapat dilihat dari hasil
pertumbuhan keturunannya yaitu sekitar 4-6 kali lipat, berat badan ikan
transgenic pada umur 5-7 bulan sekitar 60-90 gram dengan pemberian pakan yang
lebih sedikit dibandingkan dengan ikan non transgenic. Sedangkan, kekurangannya
yaitu ikan
transgenic dinilai lebih agresif sehingga dapat makan lebih banyak dan hidup
menetap/berkumpul disuatu tempat sehingga dapat menguasai persediaan makanan
sehingga dapat merusak lingkungan alami.
DAFTAR PUSTAKA
Andrew P. Kroglun dan Bell Betta Torheim. 2013. Genetically
Engineered Salmon Fast
Growing Hype.
Europe. ISBN 978-82-91923-49-9 (Printed edition). ISBN
978-82-91923-50-5 (Digital edition)
Carman dan Sumantadinata. 2003. Aplikasi Transfer Gen dalam Akuakultur.
Bogor: IPB.
Hartanto dan
Mulyani, Sri. 2002. Kekuragan dan Kelebihan Ikan Transgenik. Palembang:
UNSRI.
Subagyo. 2004. Rekayasa Transgenik Salmon. Surabaya: UNNESA.
i need help please this for my school project thankyou so much
BalasHapushttp://salmoonss.wikidot.com
.