Kamis, 05 November 2015

MAKALAH TRANSGENIK IKAN SALMON



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sudah berkembang sangat pesat. Dimana penerapannya sebagian besar digunakan untuk meningkatkan taraf hidup manusia. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut menjangkau setiap aspek kehidupan manusia, tak ketinggalan pula dalam bidang bioteknologi. Selain dalam bidang pertanian dan pangan, bioteknologi modern juga telah menjangkau bidang kelautan dan perikanan.
Rekayasa genetika dalam arti paling luas adalah penerapan genetika untuk kepentingan manusia. Dengan pengertian ini kegiatan pemuliaan hewan atau tanaman melalui seleksi dalam populasi dapat dimasukkan. Demikian pula penerapan mutasi buatan tanpa target dapat pula dimasukkan. Walaupun demikian, masyarakat ilmiah sekarang lebih bersepakat dengan batasan yang lebih sempit, yaitu penerapan teknik-teknik biologi molekular untuk mengubah susunan genetik dalam kromosom atau mengubah sistem ekspresi genetik yang diarahkan pada kemanfaatan tertentu.
Beberapa permasalahan perikanan terutama dalam budidaya ikan dapat teratasi dengan  bioteknologi molekuler, salah satu teknologi tersebut adalah dengan pengembangan “Teknologi Transgenik”. Transgenik adalah memindahkan gen dari satu makhluk hidup ke makhluk hidup lainnya, baik dari satu hewan ke hewan lainnya atau dari satu tanaman ke tanaman lainnya. Salah satu contoh dari teknologi transgenetik ini yaitu ikan transgenik.
Teknologi ikan transgenik mampu menghasilkan benih ikan unggul, yaitu melalui perbaikan mutu genetik ikan yang akan dipelihara atau dibudidayakan. Perbaikan mutu genetik ini bermanfaat untuk meningkatkan produksi dan produktivitas ikan. Keunggulan ikan hasil rekayasa ini antara lain pertumbuhan cepat, tahan terhadap serangan penyakit, dan tahan terhadap lingkungan yang cukup ekstrim.
Salmon merupakan ikan dari famili Salmonidae, salah satu jenis ikan berminyak yang hidup di Samudera Atlantik dan Samudera Pasifik. Ikan ini didapatkan dengan cara ditangkap di alam liar atau dibudidayakan. 99 persen salmon atlantik didapatkan dari budidaya, sedangkan 80 persen salmon pasifik didapatkan dari alam liar.
Secara nutrisi, ikan ini mengandung protein dan vitamin D yang tinggi. Ikan ini juga mengandung kolesterol dengan kadar yang bervariasi antara 23–214 mg/100 g tergantung spesiesnya. Ikan salmon yang telah dimasak mengandung DHA antara 500–1500 mg dan EPA antara 300–1000 mg per 100 gram sajian. Penelitian terbaru menyebutkan salmon kaya akan asam amino. Fungsi dari nutrisi tersebut adalah menjaga kesehatan persendian, memaksimalkan fungsi insulin, dan mencegah inflamasi pada saluran pencernaan.
Salmon juga mengandung lemak omega-3. Lemak omega-3 yang terdapat di dalam salmon membantu dalam memerangi masalah kronis mata kering, sehingga meningkatkan pandangan mata selama usia tua. Saat mengonsumsi salmon, saat itu pula memberikan nutrisi lemak omega-3 pada kulit yang senantiasa dapat membuat seseorang terlihat awet muda. Tak hanya kulit, omega-3 dan protein dalam ikan salmon juga menjaga kekuatan rambut. Lemak omega-3 juga membantu meningkatkan fungsi otak.
Oleh karena keunggulan ikan salmon sangat banyak, kebutuhan konsumen akan ikan salmon juga kian meningkat, sedangkan jika harus menunggu pertumbuhan alami dari ikan salmon tersebut maka kebutuhan ikan salmon konsumen tidak tercukupi, maka para ahli mengembangkan proses transgenic pada ikan salmon agar ikan salmon dapat tumbuh lebih besar dengan waktu yang lebih singkat.
Pada metode mikroinjeksi, setelah hormon pemicu pertumbuhan seperti GnRHa, LHRHa, Ovaprim (GnRHa ikan salmon + dopamine), atau Ovopel (GnRHa mamalia +dopamine) disuntikan pada sel sperma atau sel ovum lalu dilakukan pemijahan buatan. Hormon tersebut memicu pertumbuhan agar pertumbuhan anakan ikan salmon tersebut dapat tumbuh lebih besar dari ukuran normal dan dalam waktu yang lebih singkat.
Dengan cara seperti itu akan dihasilkan ikan salmon yang berlimbah dengan waktu yang sangkat singkat. Kebutuhan konsumen akan ikan salmon dapat dipenuhi bahkan lebih banyak dari yang diharapkan. Rekayasa transgenic pada ikan salmon ini dapat menguntungkan dalam hal pelestarian spesies ikan salmon juga dalam hal ekonomi karena jika dibudidayakan dengan cara transgenic akan menghasilkan keuntungan yang sangat menjajikan. Oleh karena itu, para ahli banyak menggunakan rekayasa transgenic pada ikan salmon ataupun pada hewan atau tumbuhan lainnya dalam berbudidaya.

B.     Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Apakah yang dimaksud dengan ikan transgenik?
2.      Bagaimana konsep dasar dari ikan transgenik?
3.      Bagaimanakah proses transgenik pada ikan terutama ikan Salmon?
4.      Apa saja kelebihan dan kelemahan dari ikan transgenik?

C.    Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui pengertian ikan transgenic.
2.      Untuk memahami konsep dasar dari ikan transgenic.
3.      Untuk memahami proses transgenik pada ikan terutama ikan Salmon.
4.      Untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan dari ikan












BAB II
PEMBAHASAN
A.    Definisi Ikan Transgenik
Menurut Carman dan Sumantadinata (2003), transgenik terdiri dari kata trans yang berarti pindah, dan gen yang berarti pembawa sifat. Jadi transgenik adalah memindahkan gen dari satu makhluk hidup ke makhluk hidup lainnya, baik dari satu hewan ke hewan lainnya atau dari satu tanaman ke tanaman lainnya, atau dari gen hewan ke tanaman dan sebaliknya.
Sedangkan menurut Andrew P. Kroglun dan Bell Betta Torheim (2013), transgenik secara definisi adalah “The Use of Gene Manipulation to Permanently Modify the Cell or Germ Cells of Organism“ artinya, penggunaan manipulasi gen untuk mengadakan perubahan yang tetap pada sel makhluk hidup. Transgenik atau teknologi DNA rekombinan (rDNA) merupakan rekayasa genetik yang memungkinkan kombinasi ulang (rekombinasi) atau  penggabungan ulang gen dari sumber yang berbeda secara in vitro.
Jadi, definisi transgenik pada ikan atau hewan ternak pada umumnya adalah memasukkan DNA rekombinan yang telah dikendalikan ke dalam genom, sehingga DNA yang dimasukkan ini dapat mengembangkan salah satu aspek dari produktivitas, juga DNA dan efeknya dapat diturunkan kepada anaknya.

B.     Konsep Transgenik
Menurut Andrew P. Kroglun dan Bell Betta Torheim (2013), setiap spesies ikan mempunyai kemampuan tumbuh yang berbeda-beda. Perbedaan pertumbuhan ini dapat tercermin, baik dalam laju pertumbuhannya maupun potensi tumbuh dari ikan tersebut. Perbedaan kemampuan tumbuh ikan pada dasarnya disebabkan oleh perbedaan faktor genetik (gen). Ikan mempunyai gen khusus yang dapat menghasilkan otransgenikan atau sel otransgenikan tertentu dan gen umum yang memberikan turunan kepada jenisnya. Baik gen khusus maupun gen umum dari setiap ikan terdiri dari bahan kimia yaitu DNA (deoxyribonucleic acid) dan RNA (ribonucleic acid). Ekspresi dari gen-gen tersebut dan sel yang terbentuk menjadi satu paket yang selanjutnya mempengaruhi pertumbuhan.
Karakteristik genetik tertentu yang dimiliki oleh seekor ikan biasanya menyatu dengan sejumlah sifat bawaan yang mempengaruhi pertumbuhan seperti kemampuan ikan menemukan dan memanfaatkan pakan yang tinggi, ketahanan terhadap penyakit dan dapat beradaptasi terhadap perubahan lingkungan yang luas. Semua hal tersebut akhirnya tercermin pada laju pertumbuhan ikan.
Untuk mencapai hal tersebut, perlu dilakukan usaha-usaha yang mampu menghasilkan benih ikan unggul seperti tersebut diatas salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan rekayasa genetik melalui penerapan teknologi transgenik pada ikan. Transgenik atau teknologi DNA rekombinan (rDNA) merupakan rekayasa genetik yang memungkinkan kombinasi ulang (rekombinasi) atau penggabungan ulang gen dari sumber yang berbeda secara in vitro.
Menurut Carman dan Sumantadinata (2003), tujuan dari transgenik ini adalah untuk mendapatkan sifat yang diinginkan dan peningkatan produksi. Meskipun teknologi transgenik ini memungkinkan untuk diaplikasikan dalam bidang akuakultur (budidaya perikanan), namun masih perlu dilakukan penelaahan khusus untuk mengetahui teknologi tersebut.
Dalam perkembangannya, pembentukkan ikan transgenik melalui transfer “DNA contruct” dapat dilakukan dengan beberapa metode, diantaranya adalah :
1.      Microinjection (Mikroinjeksi)
Microinjection (Mikroinjeksi) adalah metode yang paling banyak digunakan karena mempunyai keberhasilan yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode yang lain. Pertama kali, metode mikroinjeksi dilakukan oleh Gurd on (1963) pada telur amphibia dengan menginjeksikan sitoplasma ke dalam zygot katak, namun hasilnya tidak berpengaruh pada perkembangan embrio selanjutnya. Pada ikan juga telah dilakukan oleh beberapa peneliti diantaranya telah dilakukan oleh Chourrout et al (1986) pada ikan Rainbow Trout (Salmo gairdneri), dan Ozato et al (1986) pada ikan Medika (Oryzias latpes).
2.      Retroviral Infection (Infecksi pada Virus)
Retroviral Infection (Infeksi pada virus) atau dengan kata lain introduksi gen melalui virus sebagai mediator. Pada metode ini, virus ditumpangi oleh gen yang dikehendaki dan diintroduksikan ke dalam embrio hewan. Virus mempunyai ukuran yang sangat kecil dan mampu menembus inti sel dan virus mempunyai genom yang terdiri dari RNA yang mempunyai kemampuan untuk mentraskripsikan DNA. Bila satu sel diinfeksi dengan retrovirus maka akan menghasilkan DNA virus, setelah DNA ditranskripsikan akan berintegrasi dan menjadi bagian dari genome induk. Untuk species ikan telah dilakukan diantaranya oleh Lin et al (1994) dan Gaiano et al (1996)  pada ikan Zebrafish (Brachydanio rerio).
3.      Sperm-mediated Gene Transfer (Sperma sebagai Pembawa Gen)
Spermatozoa merupakan sarana seluler yang spesifik dirancang untuk mentransfer DNA asing ke dalam oosit, sperma terlibat langsung dalam proses fertilisasi. Matriks DNA diikat pada daerah postacrosomal oleh komponen protein spesifik dan akan bergabung dengan genome induk setelah terjadi fertilisasi. Pengikatan gen oleh sperma secara optimal bila sperma dalam keadaan motil dan konsentrasi DNA cukup tinggi. Metode ini juga telah dicobakan oleh Muller et al (1992).
4.      Particle Bombardment (Partikel Gun atau Biolistik)
Metode ini banyak digunakan pada tanaman dengan cara DNA diikat pada suatu mikropartikel. Transfer gen dengan metode ini mempunyai banyak keuntungan yaitu mudah ditangani dengan satu kali tembakan akan menghasilkan beberapa sasaran, partikel dapat mencapai sasaran yang lebih dalam dan dapat digunakan pada  berbagai macam jaringan. Pada ikan telah dicobakan oleh Kolenikov et al (1990).
5.      Electroporation (Elektroporasi)
Metode ini gamet atau embrio ditempatkan pada suatu cuvet yang mana membran selnya permiabel terhadap molekul DNA bila mendapatkan aliran listrik pendek (beberapa saat). Ketika aliran listrik dihilangkan dan membran selnya kembali seperti semula, beberapa fragment DNA asing akan tinggal dalam gamet atau embrio. Metode ini mudah dan cepat dan memungkinkan untuk melakukannya pada ratusan oosit ikan atau telur ikan yang telah difertilisasi dalam satu kali kejutan.
Jadi, setiap spesies ikan memiliki kemampuan masing-masing yang berbeda dalam hal kemampuan ikan menemukan dan memanfaatkan pakan yang tinggi, ketahanan terhadap penyakit dan dapat beradaptasi terhadap perubahan lingkungan yang luas. Oleh karena itu dilakukan beberapa cara untuk meningkatkan kwalitas benih ikan salah satunya yaitu dengan mikroinjeksi.
C.    Transgenik pada Ikan Salmon
Perkembangan transgenik ikan saat ini sudah sangat berkembang, para ilmuwan telah berhasil menemukan berbagai jenis ikan yang direkayasa sehingga berukuran lebih besar dari normalnya, para ilmuwan juga telah berhasil menemukan ikan zebra yang mampu bercahaya dan lain sebagainya. Akan tetapi pada makalah ini akan dibahas mengenai transgenik pada ikan salmon.
Menurut Andrew P. Kroglun dan Bell Betta Torheim (2013), hampir 10 tahun ikan transgenik tersimpan dalam tangki penelitian Departemen Perikanan dan Kelautan Kanada di Vancouver Barat. Ribuan salmon transgenik berenang lamban dan terus mengunyah karena diberi makan 20 kali sehari. Mereka dirancang tumbuh delapan kali lebih cepat dan berat 37 kali lebih besar dari ukuran normal.
A/F Protein Canada Inc berharap sudah dapat memasarkan ikan salmon dan trout transgenik tahun 2001. Ikan dirancang agar pertumbuhannya dipercepat sampai 400%. Kehadiran ikan transgenik diawali oleh Jepang ketika mencoba menciptakan “ikan tuna super” secara genetis tahun 1980-an. Selain sulit, penelitiannya membutuhkan banyak dana, karena susunan genetisnya rumit. Kini peneliti menemukan kunci genetis untuk memacu pertumbuhan 11 spesies ikan bernilai komersial, juga udang. Terciptanya ikan super tanpa sengaja.
Mula-mula peneliti A/F Protein mengamati ikan flounder yang bertahan hidup dalam laut Kanada yang beku. Rahasia ikan flounder pun ditemukan Garth Fletcher, biologi ikan dari Universitas Memorial di New Foundland dan Choy Hew dari Universitas Toronto, yakni adanya gen yang memungkinkan flounder mampu hidup di air beku. Gen itu digabungkan dengan gen pemicu pertumbuhan dengan harapan salmon dapat tumbuh sampai 20-30% lebih  besar. Kedua gen disuntikkan ke embrio salmon sehingga terus memproduksi hormon  pertumbuhan. Hasilnya, salmon tumbuh 400-600% lebih cepat dalam 14 bulan pertama, dan dapat dipasarkan setahun lebih cepat dari salmon biasa.
Jadi, dilakukannya transgenic pada ikan salmon diawali dengan penelitian-penelitian yang salah satunya pada ikan tuna. Namun, penelitian pada ikan tuna tidak berhasil karena susunan genetisnya sangat rumit. Oleh karena itu para ilmuwan mencoba mengembangkan transgenic pada ikan salmon yang dianggap susunan genetisnya lebih mudah. Transgenic pada ikan salmon dilakukan untuk mendapatkan ikan salmon yang tumbuh lebih cepat dan dalam waktu yang lebih singkat.

D.    Transgenik Mikroinjeksi
Menurut Subagyo (2004), teknologi transgenik dengan mikroinjeksi pada ikan dilakukan melalui mikrophile yang terdapat pada chorion telur (oosit). Metode ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu:
1.      Persiapan Gen
Pertama-tama dipersiapkan gen yang akan ditransfer. Persiapan ini dimulai dari isolasi DNA, yang dapat diisolasi dari darah, daging, sirip ataupun sisik. Misalnya dari sisik dapat dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
a.       Isolasi dan Purifikasi DNA
1)      Sampel dari jaringan ikan ditimbang sebanyak 25-50 mg lalu dicacah menggunakan skapel, kemudian dimasukkan ke dalam tabung evendorf ukuran 2 ml.
2)      200 µl Tissue Lysis Buffer dan 40 µl Proteinase K ditambahkan ke dalam tabung yang berisi sampel jaringan, kemudian dicampur dengan segera dan diinkubasi pada suhu 55oC selama 1 jam (atau sampai jaringan hancur dengan sempurna).
3)      200 µl Binding Buffer ditambahkan lagi ke dalam tabung lalu dihomogenkan dengan segera, kemudian diinkubasi selama 10 menit pada suhu 70oC.
4)      100 µl Isopropanol ditambahkan ke dalam tabung, kemudian dihomogenkan.
5)      Memindahkan sampel ke dalam high filter tube yang telah dipasangkan dengan collection tube.
6)      Sampel disentrifuge selama 1 menit dengan kecepatan 9200 rpm.
7)      Membuang collection tube, menambahkan 500 µl Inhibitor Removal Buffer, kemudian disentrifuge selama 1 menit pada kecepatan 9200 rpm.
8)      Membuang collection tube, menambahkan 500 µl Wash Buffer, kemudian disentrifuge selama 1 menit pada kecepatan 9200 rpm.
9)      Membuang collection tube, menambahkan 500 µl Wash Buffer, kemudian disentrifuge selama 1 menit pada kecepatan 9200 rpm.
10)  Membuang supernatan dari collection tube, kemudian disentrifuge selama 10 detik dengan kecepatan 14.000 rpm.
11)  Membuang collection tube, memasangkan tabung evendorf baru pada high filter tube.
12)  200 µl Elution Buffer (yang telah diinkubasi hingga suhu 70oC) ditambahkan ke dalam high filter tube, kemudian disentrifuge selama 1 menit dengan kecepatan 9200 rpm.
13)  Membuang high filter tube, menambahkan 140 µl Isopropanol, kemudian disentrifuge selama 30 menit dengan kecepatan 14.000 rpm.
14)  Membuang supernatan, menambahkan 66,7 µl Et-OH (Alkoho l 70%) dingin, kemudian disentrifuge selama 10 menit dengan kecepatan 14.000 rpm.
15)  Membuang supernatan (pelet tidak boleh ikut terbuang), kemudian diangin-anginkan hingga pelet mengering (kurang lebih selama 12 jam).
16)  20 µl TE ditambahkan ke dalam tabung, dan DNA to tal siap diproses lebih lanjut.
b.      Isolasi Promotor (Restriksi DNA).
Mencari sekuen promoter region gen pengkode, tergantung pada jenis gen yang akan ditransfer, misal gen GH ikan jenis lain yang telah dilaporkan sebelumnya pada gene bank (Nasional Center for Biotechnology Information- NCBI).
1)      Mencari dan menentukan enzim restriksi yang sesuai untuk memotong promoter region gen pengkode, misalnya untuk GH adalah BamHl, Ball , Sfil, Sbal, dan EcoRl.
2)      Hasil dari pemotongan dengan enzim restriksi kemudian dielektroforesis dan dibandingkan berat molekulnya dengan DNA marker.
3)      Pita (band) yang sesuai dengan DNA marker untuk promotor gen pengkode dipisahkan dengan cara memotong gel yang berisi band tersebut kemudian diisolasi dari gel dengan menggunakan DNA elution kit.
4)      https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj4nDWY7MO7ankNW_jJ7qgEI8qjyKYVD-V8gEGZrsfyuDFDLGE_jzQnsMdbc3q1WGQeoGo7rKjnZXnNaIAoJ86npbPKtQtsjR_07j5ag1xVSG_Mpls_7XzepMnQN3OwF6j3nyusgKoWk84/s1600/Picture1.jpgDiperoleh suspect DNA promotor gen pengkode, misalnya promo tor gen  pengkode GH.












Gambar 1: skematis pemotongan (restriksi) gen (subagyo, 2004)
2.      Koleksi Telur, Sperma dan Fertilisasi
Koleksi telur dan sperma dapat dilakukan melalui pemijahan buatan (induced breeding) dengan menggunakan hormon. Jenis hormon yang dapat digunakan diantaranya adalah GnRHa, LHRHa, Ovaprim (GnRHa ikan Salmon + dopamin), Ovopel (GnRHa mamalia + dopamin). Selain itu dapat pula melalui penyuntikan dengan ekstrak kelenjar hipofisa ikan, misal Carp Pituita ry Gland (Kelenjar Hipofisa Ikan Mas) yang dikenal dengan nama tekhnik hipofisasi. Sebelum dilakukan fertilisasi, terlebih dahulu diperiksa motilitas sperma. Sperma ikan akan bergerak setelah kontak dengan air. Sperma yang baik mempunyai daya gerak atau motil selama lebih kurang 30 (tiga puluh) detik. Motilitas sperma ini viabilitas telur dapat dipertahankan apabila disimpan dalam larutan Ringer pada suhu 4oC, dan biasanya selama 2 (dua) jam dari waktu fertilisasi. Adapun komposisi larutan Ringer ini adalah 6,5 gram NaCl, 0,25 gram KCl, 0,2 gram NaHCO3, 0,4 gram CaCl2-2H2O yang dilarutkan dalam 1 (satu) liter aquades.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi9vqV6Aj14EJYEsUAVATw3oHlTCldkj2xtks7A-YU39k113rXWnFh5Yn4dUwxsxMKvY4YS0Nh7FroStzJgKHknMyFlQ7KuJdn0MSeJOSuJXkIxnpSvxLHgl-yxtSaPRDKM1XZenQ6v0Fs/s1600/Picture6.jpg













Gambar 2: bentuk struktur telur (subagyo, 2004)

Setelah telur dan sperma dikumpulkan atau dikoleksi, maka dilakukan fertilisasi, yaitu dengan menyatukan sperma dan ovum (telur) dalam suatu wadah dan kemudian diaduk dengan bulu ayam selama kira-kira satu menit. Setelah itu telur atau Ova siap untuk dilakukan transfer gen secara mikroinjeksi.
3.      Injeksi Gen ke Dalam Telur
Mikroinjeksi gen pada telur dapat dilakukan secara manual ataupun dengan menggunakan mesin yang disebut dengan “Gen Pusher“. Secara skematis photo alat tersebut dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah ini
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiXc6VK07FNj59saw6EM74oAklrNOEDwq5DER5Twx6CNc2Lq50QX32q5ZYi8TFItPimgeDTexJu1YejhUn6kBHZC-hIYN5_WtS5iUcoY2M4k4VQiw15KFQgQ1FToO38l8ejG_DpxhiS3dA/s1600/Picture7.jpg












Gambar 3: skematis gen pusher untuk mikroinjeksi telur (subagyo, 2004)

Dalam transgenik mikroinjeksi, penginjeksian gen dapat dilakukan pada dua tempat,yaitu pada pronukleus telur ikan dan pada gen telur ikan:
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhvwHJe0mxiBDnQ6b4ocMt12Zp74rX-3cQ2w4RCWcmD47I3AZvZ2NDmpaHfQdJXrSoaAUEoovDbpXvlGYMKrNOgfl7wpMoXAkwCuD0c6Rsx3gQsIZymXm3v1k9GSGmgzYn5ZCP9tS-k9rE/s1600/Picture2.jpg
Gambar 4: metode mikroinjeksi gen pada pronukleus telur ikan (subagyo, 2004)
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEitZv-9pP9MdvHwW753UAvMLi08UHlAbb8HlS8J6kqHOU_ToTUb1_bRUX04J3pRwLysp49W-Ppp3Fu-6Anp8hl7B-kuyhKhz64jVQgkqCvIZCtC3zB_AmiNsrdzkZOXgTJSXRCtUJKONGk/s1600/Picture3.jpg
Gambar 5: metode mikroinjeksi gen pada telur ikan (subagyo, 2004)
Pada ikan injeksi atau trans gen dilakukan pada mikropil, sebagai contoh diameter lubang mikropil telur ikan salmon 17 ųm, dalamnya 4 ųm, dan diameter mikropil canalnya 1,2 ųm. Setelah gen diinjeksikan, maka telur-telur tersebut di inkubasi untuk ditetaskan, kemudian dilakukan pula perawatan larva sampai menjadi benih dan seterusnya sampai  berreproduksi kembali.
4.      Pemeriksaan atau Pengujian
Sebelum ikan transgenik tersebut dirilis, maka terlebih dahulu dilakukan  pengujian atau pemeriksaan baik secara genetik maupun fenotip. Secara genotip  bertujuan apakah gen yang ditransfer atau disisipkan tersebut sudah benar-benar menyambung sesuai dengan yang diinginkan. Pemeriksaan ada tidaknya transgen yang terintegrasi di dalam genom dianalisis dengan southern blot. Untuk ekspresi transgen diperiksa dengan metoda northern blot.
Ikan transgenik yang berkembang dari zigot tersebut dikenal sebagai ”Founders” dan bersifat hemizygote. Untuk perbanyakan ikan transgenik, founders fish ini kemudian dikawinkan dengan ikan non transgenik. Untuk mendapatkan ikan transgenik yang homozygote, ikan transgenik hemizygote dikawinkan antar sesamanya. Ikan transgenik yang homozygote ini kemudian dipelajari fenotifnya dengan mengamati pertumbuhan, konversi pakan dan bentuk-bentuk morfologinya (ada tidaknya kelainan pada organ).

E.     Kelebihan dan Kekurangan Ikan Transgenik
1.      Kelebihan Ikan Transgenik
Menurut Hartanto dan Sri Mulyani (2002), hasil penelitian transgenik pada ikan telah memberikan dampak yang positif pada pertumbuhan ikan dan terbukti bahwa gen luar yang ditranfer telah mampu berintregrasi dengan genomnya, hal ini dapat dilihat dari hasil pertumbuhan keturunannya yang cukup meyakinkan yaitu sekitar 4-6 kali lipat pada ikan salmon. Sedangkan hasil analisis berat badan ikan non transgenik dan transgenik pada ikan tilapia menunjukkan bahwa keturunan F2 (keturunan F2 adalah perkawinan antara jantan F1 dengan betina alam), ikan transgenik menghasilkan berat berkisar antara 60-90 gram/individu pada umur 5, 6, dan 7 bulan, sedang padaikan non transgenik menghasikan berat berkisar antara 20-30 gram/individu, dari hasil tersebut menunjukkan bahwa pada keturunan ke 2 (F2) sifat tumbuhnya masih dapat diturunkan, dan pertumbuhannnya sekitar 3 kali lipat dibandingkan dengan ikan kontrol.
Adapun FCR (food conversi ratio) atau perbandingan antara pakan yang diberikan dengan daging yang dibentuk pada ikan transgenik mencapai 0,76 sedangkan nont ransgenik sebesar 1,02, ini berarti bahwa ikan transgenik untuk menghasilkan satu kilogram daging hanya memerlukan pakan sebanyak 0,76 kg, sedangkan pada ikan biasa untuk menghasilkan daging satu kilogram memerlukan 1,02 kg pakan, dengan demikian menunjukkan bahwa didalam pemanfaatan pakan ikan trangenik lebih efisien dibandingkan dengan ikan nontransgenik.
Jadi, keuntungan dari ikan salmon transgenic dapat dilihat dari hasil pertumbuhan keturunannya yaitu sekitar 4-6 kali lipat, berat badan ikan transgenic pada umur 5-7 bulan sekitar 60-90 gram dengan pemberian pakan yang lebih sedikit dibandingkan dengan ikan non transgenic.

2.      Kekurangan Ikan Transgenik
Selain kelebihan yang dimiliki, ikan transgenik juga memiliki beberapa kelemahan. Terdapat skenario lain yang menandai resiko-resiko global yang  berhubungan dengan lepasnya ikan transgenik ke dalam lingkungan. Meningkatkan tingkat pertumbuhan ikan meningkatkan kebutuhan-kebutuhan pakan harian mereka. Penelitian-penelitian baru telah menunjukkan bahwa ikan transgenik lebih agresif dan memakan lebih banyak makanan. Mereka juga tidak berenang sebaik ikan liar, sehingga mereka dapat berkumpul di suatu area dan memonopoli persediaan makanan dan sumber daya lai. Hal ini dapat mempunyai efek menghancurkan lingkungan alami, khususnya karena sebagian besar ikan yang direkayasa saat ini misalnya salmon, trout, carp dan tilapia adalah pemangsa/predator. Pengalaman lalu telah menunjukkan bahwa memperkenalkan spesies-spesies predator besar kedalam lingkungan baru dapat menyebabkan bencana ekologi.
Jadi, selain memiliki kelebihan ikan transgenic juga memiliki kekurangan antara lain ikan transgenic dinilai lebih agresif sehingga dapat makan lebih banyak dan hidup menetap/berkumpul disuatu tempat sehingga dapat menguasai persediaan makanan sehingga dapat merusak lingkungan alami.









BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari makalah yang telah diuraikan diatas, maka dapat diambil beberapa kesimpulan bahwa:
1.      Definisi transgenik pada ikan atau hewan ternak pada umumnya adalah memasukkan DNA rekombinan yang telah dikendalikan ke dalam genom, sehingga DNA yang dimasukkan ini dapat mengembangkan salah satu aspek dari produktivitas, juga DNA dan efeknya dapat diturunkan kepada anaknya.
2.      Setiap ikan memiliki karakteristik pertumbuhan yang berbeda-beda yang diantaranya terdapat beberapa spesies ikan yang pertumbuhannya cukup lama. Rekayasa transgenic bertujuan untuk mendapatkan sifat yang diinginkan dan peningkatan produksi pada suatu spesies dengan cara memasukan gen atau factor yang dapat mempercepat pertumbuhannya.
3.      Proses transgenic pada ikan salmon yaitu, setelah hormon pemicu pertumbuhan seperti GnRHa, LHRHa, Ovaprim (GnRHa ikan salmon + dopamine), atau Ovopel (GnRHa mamalia +dopamine) disuntikan pada sel sperma atau sel ovum lalu dilakukan pemijahan buatan. Hormon tersebut memicu pertumbuhan agar pertumbuhan anakan ikan salmon tersebut dapat tumbuh lebih besar dari ukuran normal dan dalam waktu yang lebih singkat.
4.      Keuntungan dari ikan salmon transgenic dapat dilihat dari hasil pertumbuhan keturunannya yaitu sekitar 4-6 kali lipat, berat badan ikan transgenic pada umur 5-7 bulan sekitar 60-90 gram dengan pemberian pakan yang lebih sedikit dibandingkan dengan ikan non transgenic. Sedangkan, kekurangannya yaitu ikan transgenic dinilai lebih agresif sehingga dapat makan lebih banyak dan hidup menetap/berkumpul disuatu tempat sehingga dapat menguasai persediaan makanan sehingga dapat merusak lingkungan alami.


DAFTAR PUSTAKA

Andrew P. Kroglun dan Bell Betta Torheim. 2013. Genetically Engineered Salmon Fast
Growing Hype. Europe. ISBN 978-82-91923-49-9 (Printed edition). ISBN
978-82-91923-50-5 (Digital edition)
Carman dan Sumantadinata. 2003. Aplikasi Transfer Gen dalam Akuakultur. Bogor: IPB.
Hartanto dan Mulyani, Sri. 2002. Kekuragan dan Kelebihan Ikan Transgenik. Palembang:
UNSRI.
Subagyo. 2004. Rekayasa Transgenik Salmon. Surabaya: UNNESA.

1 komentar: